Selasa, 16 Oktober 2012

Perempuan Peminum Kopi



Saya tahu selingkuh itu indah, saya bahkan tahu dengan jelas bahwa selingkuh itu adalah melanggar aturan - aturan agama , semacam pengkhianatan, semacam pengingkaran, didepan saya ada seorang perempuan, meminum sebuah kopi dengan rokok dan menghembuskannya selalu dengan perlahan, saya melihat rokok itu seperti cerita dongeng, seperti sebuah kenangan, dengan wajah kucel, dengan wajah penuh dengan kebingungan, barangkali ia hanya ingin menunggu seseorang datang menjemputnya tapi sampai tegukan kelima, sampai gelas kopi yg ia pegang kosong lelaki atau barangkali kenangan itu belum datang jua, ini malam sangat kelam.

Ini malam sudah tenggelam, tak ada yg menyapanya tak ada berani menemaninya, perempuan itu gelisah, terkadang menangis dengan air mata meleleh seperti lilin, seperti canggung pada kenangan kopi, “ini setia kenapa teringkari” terkadang ia seperti bualan dan gosip di pagi buta, dan terkadang hidup memang tidak seharusnya bergejolak pada nasib yang sama, pada kesalahan yang sama, ia masih diam dengan wajah yang begitu tak berselera, barangkali seseorang harus memesan kopi untuk bisa mengingat cerita kenangan yang akan segera dilupakan, waktu tak pernah berbuat sebaliknya, justru sia-sia jika semua meragukan kepastian, waktu dan wanita itu ibarat jam dinding yang berdetak. 
Saya masih melihat perempuan itu menangis, dari matanya mengalir air mata kejujuran melewati pipi yang yg sinis, ia masih saja mengharap suaminya kembali tanpa membawa uang, tanpa membawa ATM ataupun kartu kredit, ia hanya selalu berharap suaminya menjemputnya dengan membawa penjelasan tentang cinta mereka, memang cinta tak pernah bisa menemukan dirinya sendiri di sejuta kegelapan yang ia punya.

Saya merasa memang orang ketiga adalah perusak satu hubungan, ia seperti lintah yang menghisap atau sebuah tikus yang masuk tanpa ada yang mengundang, orang ketiga selalu merasa bahwa dirinya pantas untuk menggantikan cinta yang pertama, itu hanya kebohongan, itu hanya sebuah kepalsuan, saya sendiri tidak mau menghabiskan dengan orang ketiga, dengan orang yang menamakan dirinya perebut cinta seseorang, barangkali wanita itu masih selalu berpikir tentang suaminya yang ga mau pulang, atau ga mau menjemput dia, kopi menjadi dingin, ada lima gelas kopi di depannya, tapi tak ada tanda ya akan beranjak dari tempat itu, 
Suaminya membawa pulang selingkuhannya di hotel berbintang enam, tak lagi dirumahnya bermain main dengan air mani di atas ranjang yang sempurna, pernikahan yang peyok menjadi alasan utama keretakan yang mendalam, antara jarak dan beberapa bibir malam yang renta terdapat bayangnya, tak peduli bagaimana ia akan memahami cinta. 

Bagaimana ia memahami setia, ia hanya peduli pada orang ketiga, perselingkuhan itu saya namakan perskutuan antara anak jin dan setan, karena ia selalu hidup pada malam hitam dan malam selalu menjadi saksi, seharusnya perempuan yang masih terdiam dan menenggak kopi itu mempertanyakannya pada malam yang kelam, pada bintang yang menjadi saksi atas sejarahnya yang hitam, barangkali memang hidup harus sesuai dengan tujuan, satu persatu, antara sadar atau tidak, perempuan malang itu beranjak keluar dari hidangan kopi yang matang, menuju rumah yang dipakai suaminya yang sedang berciuman di atas ranjang. 
warung kopi, 16 januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sepotong sore yang basah

Sore ini, sebagian udara yang berjingkat dari luar lingkungan perlahan masuk, menjadi sebuah udara yang tidak seharusnya saya rasakan. ...